Dermaga...

Sudah malam lagi. Dan aku masih terjaga.
Ada banyak rencana di kepala
Termasuk pikiran aneh yang gila.

Aku tak terbendung
Saat kilat itu bersamaan dengan renggangnya penjagaan hati dan tak ada terang.
Jiwa ini tak dapat hidup lagi untuk mengenang.

Kau, air yang tenang di sana.
Ingin ku hempas tubuhku tenggelam di sisi-Nya.
Tenggelam dalam palung tak berujung.
Membusuk bersama renik di sela karang.

Senyummu, aku ingin melihatnya sebelum pergi.
Menangisi hatiku yang payah dan tak berbentuk lagi.
Selama beberapa jam mataku berair lalu membengkak seperti bola kasti.
Di sini, tadi dan sekarang ini tak bisa berhenti.

Kau, dermaga yang rapuh.
Majulah ke tengah lebih jauh.
Aku ingin melihat dasar laut untuk membunuh.
Mematikan jiwa payah yang sudah kau sentuh.

Kau, yang membuatku menangis selama empat jam
Mengapa begitu kejam??
Haruskah aku berlutut memintamu untuk diam?
Lihatlah ke dalam mataku yang merah dan kelam.

Aku letih
Kau tak akan mengerti.

Dan semakin lama jiwaku ingin menelanmu bersama obat penahan rasa sakit.
Membunuhmu bersama perasaan yang sia-sia dengan segala kenangan pahit.

Dermagaku di tengah lautan.
Kau tahu, aku tak bisa menyelam
Turun ke sana aku akan tenggelam.
Untuk meninggalkanmu aku harus lompat ke dalam.
Terakhir ku ucapkan salam.

Selamat Tinggal, dermaga.