Kisah di 24 April 2012
Lagi-lagi. Tersentak dini hari. Ku buka mata perlahan dan
mengecek hp ku - sangat ABG yah. Ada balasan pesan darinya. Masih terlalu pagi
untuk memulai perdebatan tak guna. Selang 30 menit kemudian aku bangkit ke
kamar mandi dan berwudhu. Aku mulai menyusun kata-kata untuk membalas smsnya.
Yah, agar tak terjadi perdebatan tak guna lagi. Setelah menekan tombol send aku
lanjut shalat subuh-walau agak aneh shalat pukul 05.50. kebiasaan burukku.
Ternyata dia membalas pesanku cukup sigap. Hehh, dia masih peduli.
Kata teman-teman dia itu munafik. Entahlah. Aku lebih suka prinsip negative
thinking. Dan kesimpulannya dia memang masih ‘sedikit’ peduli. Setidaknya aku
yakin dia akan menjengukku seandainya aku masuk RSJ. Hahah.
Masih pagi-kenapa waktu berjalan begitu lelet? Novel keempat
minggu ini rencananya akan ku habisi hari ini. Akh, aku mengerikan kalau sedang
frustasi yah. Setumpuk novel mungkin akan sedikit mengusir serabut-serabut
sakit hatiku. And its works! Owh, I must hunting more books. Mungkin butuh ratusan
buku hingga aku benar-benar memaafkannya. Andai saja dia mau bertanggung jawab
atas ini-dengan memberiku tiga rak novel-aku akan dengan segera memaafkannya
lahir bathin. Pikiran ku mulai melayang lagi pada seorang pahlawan yang akan
memberiku voucher belanja di Gramedia, voucher belanja sepuasnya. Indahnya.
Hanya itu yang ku butuhkan sekarang.
Ough. Ternyata ada lagi kesibukan-yang aku buat sendiri-
yaitu hunting lagu-lagu keren untuk mengisi telingaku di kampus. Yahh,
akhir-akhir ini suasana kampus selalu membuatku galau-aku benci merindukannya
karena hal-hal kecil. Argh. Sejak bulan lalu aku rajin menghapus lagu mellow
dan menggantinya dengan lagu up-beat- duh betapa tragis diriku. But its life,
like cycle. Mungkin saat ini masa down ku. Doesn’t matter, I can.
Semuanya, menyadarkan ku akan satu hal. Kadang jadi orang
yang menyakiti itu lebih sakit rasanya. Huuuhh, air mataku rasanya mau jatuh
lagi. Be strong, Dan!!
Be strong?? I’m fighting to get it!!! Sekarang aku tahu
kalau rindu itu sama menyakitkannya dengan sariawan tiga minggu. Setiap
langkahku ingin melupakan, setiap itu pula rinduku makin menjadi…setiap tapak
yang pernah kuinjak di sampingnya...Aku muak. Aku serius saat shalat ku minta
agar secepatnya bias keluar dari kampus yang dari kejauhan bagai awan hitam
dengan tetesan hujan - yang kehadirannya akan membuat galau tiap insan yang
menatapnya. TUHAN…please, kenapa???? Kenapa aku merindukannya??? TUHAN,
berhentilah memperlihatkan dirinya di hadapanku. Kau akan menambah dosaku –
setiap melihatnya semua doa yang buruk terus mengalir dari otakku – aku tahu
aku harus minta maaf padanya. Jangan perlihatkan dia padaku.
0 comments on " Prolog dari Sebuah Ending"
Post a Comment