Kemarin aku
sempat menghadiri acara wisuda seorang kakak sepupuku, anak dari kakak ibuku.
Sembari menunggu Dia, Om dan Tante yang ada di dalam gedung Amannagappa,
keluarga yang lain duduk di tenda depan gedung. Bercengkrama. Kebetulan ada
orangtua kakak kelasku saat SMA – yang ikut wisuda juga. Dan orangtua pun
berbincang. Ternyata Sang kakak kelas mendapat peringkat ke-tiga sefakultas
dengan IP 3,7. Tidak hanya itu, Sang kakak kelas menerima beasiswa S2 dari
universitas. Sampai di sini mungkin semua terasa biasa saja.
Masalah
mulai terkuak saat nurani labilku menyadari bahwa: Dia dan diriku berasal dari
sekolah yang sama, berada di fakultas yang sama, dengan kondisi yang sama.
Kenyataan sekarang IP yang ku raih hanya 3,1 DAN tahun depan juga akan wisuda.
Hhmm..
mungkin disini terlihat perbedaan kecil dari 3,7 dan 3,1. Ketika ku coba
bayangkan mengusutnya lebih jauh. Otakku mulai jengah. Lihat, Sang kakak kelas
punya beasiswa S2 dan akan kuliah di luar. Lihat aku, dengan IP seperti itu,
bisa apa? Dan lagi, nurani ku tersungkur.
Ini bukan
tentang kebahagiaanku seorang. Aku bahagia saja dengan IP itu, masih bisa
tertawa lepas tanpa cemas dengan sarjana S1 saja. Rencana matang dengan title
S1, cukup S1, sudah bisa membuatku sumringah menatap langit.
Tapi ini
tentang orang-orang yang berdiri di sampingku. Mungkin tak pernah keluar dari
mulut-mulut mereka “raihlah S2 mu”, aku terlalu pandai membaca bahasa-bahasa
mereka, terlalu tahu apa yang ada dalam otak-otak mereka. Dan mereka penting
bagiku. Pendapat mereka penting untukku. Senyum merekalah yang jadi tujuan
hidupku.
Hhhhhhhhhh………..
Mencoba
tidak peduli dengan cita-cita besar mereka sangat sulit. Kalian lihat lima
karung besar yang ada dipundakku? Itulah beban dari cita-cita mulia mereka
untukku. Aku akan menangis saat menyadari
bahwa bukan itu kebahagiaan sejatiku. Yahh… harus ku sejatikan bahagia
dari cita-cita mereka. Itu cukup untuk tujuan hidup. Secara harfiah memang aku
ada karena mereka.
Dan ku kan
menangis lagi, terpikir masa yang masih lama itu… cita-cita mereka tak sama
dengan yang ku punya. Terlambat untuk mengejarnya. Tapi aku akan berjuang untuk
sisa pengharapan ini… sisa jalan ini.
Meski harus
TERTATIH.
0 comments on "Antara IPK 3,7 dan 3,1"
Post a Comment